Selasa, 29 Januari 2013

Umar bin Abdul Aziz dan Lilin Negara


Umar bin Abdul Aziz dan Lilin Negara

“Bukankah Anda tahu bahwa setiap umat itu memiliki orang yang mulia, dan orang mulia bagi Bani Umayyah adalah Umar bin Abdul Aziz, dan dia akan dibangkitkan pada hari kiamat menjadi umat yang satu.” (Muhammad bin Ali bin Al-Husein)

Siapa yang tidak kenal dengan sosok Umar bin Abdul Aziz, pemimpin yang penuh dengan kesederhanaan dan  hidup bersahaja demi kesejahteraan rakyatnya. Lelaki yang menangis ketika pertama kali diberikan amanah kepemimpinan oleh Sulaiman bin Abdul Malik sebelum beliau wafat.Sulaiman memerintahkan seluruh menteri dan gubenur agar berbai’at (berjanji) untuk setia dan mendukung kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz. Penerus dinasti Bani Umayyah ini tidak memiliki pilihan ketika beliau diangkat menjadi khalifah. Dalam tangisnya Umar bin Abdul Azis berucap: “Innalillahi wa Innaa ilaihi raji’uun, Demi Allah, sungguh aku tidak pernah meminta hal ini sedikit pun, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan”
Beliau berkata kepada istri sambil menangis terisak-isak” Wahai Istriku Aku telah di uji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anak-anaknya ramai, tapi rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam penjara, para fuqara (mereka yang tidak bepenghasilan). Aku tahu, mereka akan mendakwahi aku di akhirat kelak dan aku takut dan bimbang aku tidak dapat menjawab pertanyaan  mereka sebagai khalifa,  karena aku tahu, yang akan akan menjadi pembela meraka adalah Rasullullah saw.” Subhanallah, Seorang Khalifah yang dulu masa muda diberi kenikmatan oleh Allah berupa Harta, Nasab (nikmat) yang Istimewa, dan Istri yang Setia, begitu takut dan Lemahnya pada saat di percaya umat untuk Menjadi Amirul Mukminin.
Pada saat beliau menjadi Khalifah, beliau lepas semua pakaian mewah yang beliau pakai, beliau ganti dengan pakaian yang sederhana. Ada suatu kejadian yang menarik yang pernah di lakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz,  Suatu hari datanglah seorang utusan dari salah satu daerah kepada beliau. Utusan itu sampai di depan pintu Umar bin Abdul Aziz dalam keadaan malam menjelang. Setelah mengetuk pintu seorang penjaga menyambutnya. Utusan itu pun mengatakan, “Beritahu Amirul Mukminin bahwa yang datang adalah utusan gubernurnya”.
Penjaga itu masuk untuk memberitahu Umar yang hampir saja berangkat tidur.  Umar pun duduk dan berkata, “Izinkan dia masuk”. Utusan itu masuk, dan Umar menyuruh pelayannya untuk menyalakan lilin yang besar, sembil menyuruh utusan tadi untuk duduk. Umar berkata kepadanya “wahai hamba Allah, apa sajakah berita yang kau bawa dari gubernurku?”. Dan utusan itu pun menjelaskan semua yang di sampaikan oleh Gubernur kepada Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz.
Umar pun puas dengan jawaban Utusan tersebut, dan ketika pertanyaan Umar telah selesai dijawab semua, utusan itu berbalik bertanya kepada Umar. “Ya Amirul Mukmin, bagaimanakah keadaanmu, keluargamu, dan seluruh pegawai pemerintahanmu? Dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu?”, Umar mematikan api lilin besar yang menyala tadi, dan memanggil pelayannya “wahai fulan, tolong nyalakan lilin kecil dekat dapurku berada”. Pelayan itu pun menyalakan lilin kecil yang terangnya tidak sampai ke seluruh ruangan yang ada di kantornya.
Dengan sikap Umar yang mematikan lampu tadi, juga menimbulkan rasa penasaran pada diri utusan tadi “Wahai Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah anda lakukan.” Umar menimpali “Apa itu wahai fulan?”. “Engkau mematikan lilin besar yang cahayanya sampai ke seluruh pojok ruangan ini dan mengantikannya dengan lilin kecil yang cahayanya tidak begitu besar, dan itu pada saat aku bertanya perihal keadaanmu dan keluargamu”. Umar menjawab dengan nada yang sedih, ”wahai hamba Allah, lilin yang ku nyalakan tadi adalah harta Negara, harta para kaum muslimin, dan kau datang kepada ku demi mereka, maka aku hidupkan lilinnya, dan sedangkan barusan kau bertanya tentang keluargaku, maka aku matikan lilin milik harta kaum muslimin ini, dan aku ganti dengan lilin ku”, Umar melanjutkan “Wahai Hamba Allah, sesungguhnya aku takut di akhirat kelak aku dicap sebagai pemimpin yang tidak amanah”.

SubhanAllah.. Inilah yang harus dicontoh oleh seorang pemimpin. Yang tidak hanya memikirkan kesenangan dirinya, tapi selalu memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua sebagai khalifah di muka bumi ini.

Referensi: (Sirah Umar bin abdul Aziz, Ibnul Hakam hal. 155-156)

Kemuliaan Hari Jum'at



KEMULIAAN HARI JUM'AT

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah bersabda. “Hari terbaik di mana matahari terbit di dalamnya ialah hari Jumat. Pada hari itu Adam Alaihis Salam diciptakan, dimasukkan ke surga, dikeluarkan daripadanya dan kiamat tidak terjadi kecuali di hari Jumat.”[Riwayat Muslim]

Rasulullah juga pernah bersabda, “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku, para sahabat berkata: ‘Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’ Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (Shohih. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i)

Keistimewaan lain hari Jumat adalah saat-saat dikabulkannya doa, yaitu saat-saat terakhir setelah shalat ashar (seperti yang dijelaskan dalam banyak hadits) atau di antara duduknya imam di atas mimbar saat berkhutbah Jumat sampai shalat selesai ditunaikan.

Amalan Mulia
Allah mengkhususkan hari Jumat ini hanya bagi kaum Muslimin dari seluruh kaum dari umat-umat terdahulu.  Di dalamnya banyak rahasia dan keutamaan yang datangnya langsung dari Allah.
Beberapa rahasia keagungan hari Jumat adalah sebagai berikut;

Pertama, Hari Keberkahan. Di mana di hari Jumat berkumpul kaum Muslimin di masjid-masjid  untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah Jumat yang mengandung pengarahan dan pengajaran serta nasihat-nasihat yang ditujukan kepada kaum muslimin yang kesemuanya mengandung manfaat agama dan dunia.  Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menyebut hari Jumat memiliki 33 keutamaan. Bahkan Imam as-Suyuthi  menyebut ada 1001 keistimewaan. 

Kedua, Hari Dikabulkannya doa. Di antara rahasia keutamaan hari Jumat lain adalah, di hari itu terdapat waktu-waktu dikabulkannya doa. 
 “Di hari Jumat itu terdapat satu waktu yang jika seorang Muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.’ Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu.” [HR.Bukhari dan Muslim]
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya pada hari Jumat terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya.” [Muttafaqun Alaih]

Ketiga, Hari Diperintahkannya Shalat Jumat. Rasulullah bersabda, “Hendaklah kaum-kaum itu berhenti dari meninggalkan shalat Jumat. Atau (jika tidak) Allah pasti akan mengunci hari mereka, kemudian mereka pasti menjadi orang-orang yang lalai.”[Muslim]. Dalam riwayat lain Rasulullah menyebutkan, “Shalat Jumat adalah hak yang diwajibkan kepada setiap Muslim kecuali empat orang; budak atau wanita, atau anak kecil, atau orang sakit.” [Abu Daud]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٩)

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”  [QS: Al-Jumu'ah:9]

مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنَ اْلإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامُهَا 
وَقِيَامُهَا

“Barangsiapa yang bersuci dan mandi, kemudian bergegas dan mendengar khutbah dari awal, berjalan kaki tidak dengan berkendaraan, mendekat dengan imam, lalu mendengarkan khutbah dan tidak berbuat sia-sia, maka baginya bagi setiap langkah pahala satu tahun baik puasa dan shalatnya..”

,Keempat, Hari Pembeda antara Islam dan Non-Muslim. Hari Jumat adalah hari istimewa bagi kaum Muslim. Selain itu diberikan Nabi untuk membedakan antara harinya orang Yahudi dan orang Nashrani.
Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah bersabda: "Allah telah memalingkan orang-orang sebelum kita untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari raya mereka, oleh karena itu hari raya orang Yahudi adalah hari Sabtu, dan hari raya orang Nasrani adalah hari Ahad, kemudian Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari raya, sehingga Allah menjadikan hari raya secara berurutan, yaitu hari Jumat, Sabtu, dan Ahad. Dan di hari kiamat mereka pun akan mengikuti kita seperti urutan tersebut, walaupun di dunia kita adalah penghuni yang terakhir, namun di hari kiamat nanti kita adalah urutan terdepan yang akan diputuskan perkaranya sebelum seluruh makhluk."  [HR. Muslim] 

Kelima, Hari Allah menampakkan diri.  Dalam sebuah riwayat disebutkan,Hari Jumat  Allah menampakkan diri kepada hamba-hamba-Nya yang beriman di Surga. Dari Anas bin Malik dalam mengomentari ayat: "Dan Kami memiliki pertambahannya" (QS.50:35) mengatakan: "Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jumat."

Masih banyak keistimewan hari Jumat. Di antaranya adalah; Dalam "al-Musnad" dari hadits Abu Lubabah bin Abdul Munzir, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
"Penghulunya hari adalah hari Jumat, ia adalah hari yang paling utama di sisi Allah Subhanahu Wata'ala, lebih agung di sisi Allah Subhanahu Wata'ala dari pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Pada hari Jumat tersebut terdapat lima keistimewaan: Hari itu,  bapak semua umat manusia, Nabi Adam 'Alaihissalam diciptakan, diturunkan ke dunia, dan wafat.  Hari kiamat tak akan terjadi kecuali hari Jum’at. 
Karena itu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, sangat memuliakan hari ini, menghormatinya, dan mengkhususkannya untuk beribadah dibandingkan hari-hari lainnya.

Etika Menyambut Hari Jumat

Mandi Jum’at [jenabat]
Mandi pada hari Jumat wajib hukumnya bagi setiap muslim yang baligh berdasarkan hadits Abu Sa’id Al Khudri, di mana Rasulullah bersabda, yang artinya, “Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang baligh.” (HR. Bukhori dan Muslim). Mandi Jumat ini diwajibkan bagi setiap muslim pria yang telah baligh, tetapi tidak wajib bagi anak-anak, wanita, orang sakit, dan musafir. Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat sholat Jumat. Adapun tata cara mandi Jumat ini seperti halnya mandi jenabat biasa. Rasulullah bersabda yang artinya, “Barangsiapa mandi Jumat seperti mandi jenabat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

A.    Berpakaian Bersih dan Memakai Wangi-Wangian
Rasulullah berkata, "Siapa yang mandi pada hari Jumat, bersuci sesuai kemampuan, merapikan rambutnya, mengoleskan parfum, lalu berangkat ke masjid, dan masuk masjid tanpa melangkahi di antara dua orang untuk dilewatinya, kemudian shalat sesuai tuntunan dan diam tatkala imam berkhutbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara dua Jum'at." [HR. Bukhari] 

B.     Menghentikan Aktivitas Jual-Beli dan Menyegerakan ke Masjid
Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju sholat Jumat dan tidur siang setelah sholat Jumat.” (HR. Bukhari). Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai sholat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada sholat zuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian sholat ketika matahari telah rendah  panasnya.” (Lihat Fathul Bari II/388)
C.      Sholat Sunnah Sebelum dan Sesudah Shalat Jumat
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa mandi kemudian datang untuk sholat Jumat, lalu ia sholat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian sholat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai Jumat ini sampai Jumat berikutnya ditambah tiga hari.” [HR. Muslim] 

D.    Membaca Surat Al Kahfi
Nabi bersabda yang artinya, “Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat maka Allah akan meneranginya di antara dua Jumat.”  

E.  Memperbanyak Shalawat.  
Dari Anas ra,  Rasulullah  bersabda: "Perbanyaklah shalawat pada hari Jumat  dan malam Jumat."  [HR. Baihaqi]
Dari Aus Radhiallahu 'anhu, dia mengatakan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bersabda: "Sebaik-baik hari kalian adalah hari Jumat: pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu beliau diwafatkan, pada hari itu sangkakala ditiup, pada hari itu manusia bangkit dari kubur, maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku", para shahabat bertanya: "wahai Rasulullah, bagaimana diperlihatkan kepada engkau sedangkan tubuh engkau sudah hancur (sudah menyatu dengan tanah ketika sudah wafat), Beliau menjawab: "sesungguhnya Allah Subhanahu Wata'ala mengharamkan kepada bumi untuk memakan (menghancurkan) jasad para Nabi." [HR, "al-Khamsah]

Mencintai Apa yang Dicintai Nabi
Rasulullah Muhammad adalah orang pilihan dan kekasih Allah SWT. Apapun amalan yang disukai Nabi adalah hal yang paling disukai Allah dan setiap amalan yang dibenci Nabi juga dimurkai Allah.
Bentuk kesungguhan kita mencintai Rasulullah Saw adalah berlomba-lomba dan bersungguh-sungguh mengikuti dan meneladani apa yang telah beliau lakukan. Sebagaimana firman Allah SWT, وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا. Artinya, ”Apa saja yang dibawa oleh Rasul untuk kalian, ambillah, dan apa saja yang dilarangnya atas kalian, tinggalkanlah.” [QS. al-Hasyr [59]: 7]

Dalam ayat lain disebutkan, Katakanlah, “Jika kalian benar-benar  mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” [Qs. Ali-Imran [3]: 31].
Karena itu, apapun yang sudah ditetapkan Nabi –termasuk memuliakan hari Jumat-- adalah sesuatu yang sudah pasti disukai Allah SWT. Sangatlah tidak pantas bagi kita sekalian mengada-adakan dan mengarang-ngarang sesuatu yang sesungguhnya tidak ada dan tidak pernah dilakukan Nabi kita.
Semoga setelah ini kita ikut menjadikan dan memuliakan hari Jumat.

Capung: Mesin Terbang Super Canggih


Capung: Mesin Terbang
Super Canggih

Manusia telah mencoba berbagai macam cara untuk dapat terbang. Sejak pesawat terbang pertama dibuat kira-kira seratus tahun yang lalu, ribuan model pesawat udara yang berbeda telah dirancang. Ilmuwan yang tak terhitung jumlahnya telah mencoba membuat  mesin terbang yang lebih baik sampai akhirnya mereka mampu membuat mesin terbang terkini dengan disainnya yang mengagumkan.
Lebih Hebat dari Helikopter
Terbang adalah keahlian yang hebat, tapi kegunaannya tergantung pada sejauh mana ia dapat dikendalikan. Sebenarnya, untuk dapat melayang pada posisi tetap di udara atau mendarat di tempat yang diinginkan adalah sama pentingnya dengan kemampuan terbang itu sendiri. Untuk itulah, manusia merancang pesawat terbang  dengan kemampuan manuver yang tinggi, yaitu helikopter. Helikopter mampu melayang di udara pada posisi
tetap dan lepas landas secara tegak lurus. Karena keuntungan militer inilah, berbagai negara telah menyediakan dana dalam jumlah tak terbatas untuk pengembangan helikopter. Akan tetapi, penelitian terkini telah menemukan fakta yang sangat mencengangkan. Teknologi penerbangan helikopter modern ternyata sangat tertinggal jauh dibanding dengan seekor makhluk mungil yang mampu terbang. Makhluk ini adalah capung.
Sistem penerbangan capung adalah sebuah keajaiban disain dengan teknologi terbang yang mengalahkan semua mesin buatan manusia. Dengan alasan inilah, disain model terakhir helikopter Sikorsky yang terkenal di dunia, dibuat menggunakan disain capung sebagai model. Dalam proyek ini, perusahaan IBM membantu mendisain Sikorsky dengan memuat gambar-gambar capung dalam komputer khusus. Setelah itu, dengan mengambil contoh capung, ribuan ilustrasi dibuat dalam komputer. Kemudian, dengan mencontoh teknologi terbang capung, dibuatlah model helikopter Sikorsky. Singkatnya, tubuh seekor serangga kecil memiliki disain lebih unggul dari rancangan manusia. Teknologi penerbangan capung dan disain sayapnya mengemukakan suatu fakta bahwa makhluk kecil ini memperlihatkan kepada kita disain menakjubkan pada ciptaan Allah. Capung memiliki dua pasang sayap yang ditempatkan secara diagonal pada tubuhnya, ini memungkinkannya melakukan manuver sangat cepat. Capung dapat mencapai kecepatan lima puluh kilometer per jam dalam waktu sangat singkat, hal yang sungguh luar biasa bagi seekor serangga. Seorang atlit olimpiade dalam perlombaan lari seratus meter, hanya mampu berlari tiga puluh sembilan kilometer per jam.
Giroskop Alami pada Capung
Ada satu persyaratan lagi bagi penerbangan yang baik. Penerbangan sangatlah berbahaya jika tidak didukung oleh sistem penglihatan yang baik. Untuk itulah, pesawat terbang dan helicopter modern memiliki sistem visual canggih. Capung juga memiliki sistem visual teramat canggih: ia memiliki mata mikro berjumlah keseluruhan tiga puluh ribu buah, dan setiap mata mengarah ke titik yang berbeda. Semua informasi dari mata-mata mikro ini diteruskan ke otak capung, yang kemudian mengolahnya seperti komputer. Dengan sistem ini, capung memiliki kemampuan melihat yang luar biasa. Kemampuan manuver capung lebih unggul dari yang dimiliki helikopter. Misalnya, dengan satu manuver cepat di menit terakhir, capung berhasil menyelamatkan diri dari truk yang datang dari arah berlawanan. Bahkan capung mampu meloloskan diri dari dua bahaya, yakni ketika ia harus menghindar dari menabrak kaca depan mobil yang sedang melaju ke arahnya dan harus lolos dari burung yang memburunya. Ia berhasil menyelamatkan diri dengan satu manuver cerdas. Satu permasalahan yang dihadapi pilot, yang seringkali harus melakukan manuver, adalah bahwa setelah suatu manuver, pilot mengalami kesulitan dalam menentukan posisi pesawat relatif terhadap permukaan bumi. Jika pilot kebingungan menentukan posisi bagian atas dan bawah pesawat setelah melakukan manuver, maka pesawat ini dapat mengalami kecelakaan. Para teknisi telah mengembangkan suatu alat untuk mengatasi hal ini, yakni giroskop. Alat ini menunjukan pilot pada garis horisontal yang menandakan posisi horison. Pilot membandingkan garis horisontal ini dengan horison sesungguhnya, dan dengan demikian ia dapat menentukan posisi pesawat dengan cepat. Selama jutaan tahun, capung telah memakai perlengkapan yang mirip dengan yang dikembangkan oleh para teknisi ini. Di depan mata capung terdapat garis horisontal maya pada posisi tetap. Tak menjadi masalah, pada sudut berapa pun ia terbang, ia selalu memposisikan kepalanya sejajar dengan garis horisontal ini.
Ketika posisi tubuh capung berubah selama penerbangan, rambut-rambut di antara badan dan kepalanya menjadi terangsang. Sel-sel saraf pada akar rambut ini mengirimkan informasi ke otot-otot terbang capung tentang posisinya di udara. Hal ini memungkinkan otot-otot tersebut secara otomatis mengatur jumlah dan kecepatan gerak sayap. Dengan demikian, dalam manuver paling sulit sekalipun, capung tidak pernah kehilangan arah atau kendali. Sistem ini sungguh merupakan suatu keajaiban teknik. Disini, manusia yang berakal akan berpikir.
Capung sendiri tidak mengetahui akan sistem luar biasa yang ia miliki. Lalu, siapakah yang meletakan pada tubuh serangga ini sistem penerbangan yang sedemikian kompleks, yang bahkan para insinyur ahli telah menggunakannya sebagai model? Siapakah yang melengkapi serangga ini dengan sayap sempurna,  motor yang menggerakkan sayap dan sistem penglihatan yang prima? Siapakah Pencipta disain yang luar biasa ini?
Capung: Diciptakan Sudah Sempurna dan Lengkap
Teori evolusi Darwin, yang mencoba menjelaskan kehidupan dengan peristiwa kebetulan, tak mampu berbicara ketika dihadapkan dengan pertanyaanpertanyaan ini. Mustahil bahwa sistem dalam tubuh capung dapat terbentuk melalui evolusi, yakni pembentukan tahap demi tahap secara kebetulan. Hal ini dikarenakan bahwa agar suatu makhluk hidup dapat hidup, semua sistem ini harus ada pada saat yang bersamaan dan telah lengkap. Capung paling pertama di dunia juga pasti muncul dengan mekanisme yang sama mengagumkannya dengan
yang dimiliki capung zaman sekarang. Hal ini telah dibuktikan oleh catatan fosil tentang sejarah alam.
Catatan fosil menunjukan bahwa capung-capung muncul di bumi pada saat bersamaan secara serentak.
Fosil capung tertua yang diketahui ini berusia tiga ratus dua puluh juta tahun. Pada lapisan-lapisan fosil
periode lebih awal, tidak dijumpai sesuatu pun yang menyerupai seekor capung. Tambahan lagi, sejak
pertama kali capung muncul, catatan fosil menunjukan bahwa ia tidak mengalami evolusi. Fosil capung tertua benar-benar sama dengan capung-capung yang hidup sekarang. Antara fosil berusia seratus empat puluh juta tahun dengan capung masa kini di sebelahnya tidak ada perbedaan sama sekali. Kenyataan ini sekali lagi membuktikan kekeliruan teori evolusi sekaligus menunjukan dengan sebenarnya bagaimana capung dan semua makhluk hidup di dunia ini muncul menjadi ada. Adalah Allah, Tuhan seluruh alam, yang menciptakan semua
makhluk hidup, dan masing-masing dari mereka adalah bukti keberadaan-Nya. Di samping Allah, tak ada kekuatan lain yang mampu menciptakan seekor lalat sekali pun. Fakta ini dinyatakan oleh Allah dalam Alquran:
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah” (QS. Al-Hajj, 22: 73)

sumber : 
"Berfikirlah sejak anda bangun tidur" oleh Harun Yahya

Kamis, 17 Januari 2013

10 Sahabat Yang di Jamin Masuk Surga


10 SAHABAT YANG TELAH DIJAMIN SYURGA
Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.”
(Qs At-Taubah : 100)
Berikut ini 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga (Asratul Kiraam).
1. Abu Bakar Siddiq ra.
Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Selain itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga didalam Quran
(Surah At-Taubah ayat ke-40)
sebagaimana berikut : “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang (Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:”Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Abu Bakar Siddiq meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan 142 hadits.
2. Umar Bin Khatab ra.
Beliau adalah khalifah ke-dua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat. Dijaman kekhalifaannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam waktu hanya satu tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh, dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah.
3. Usman Bin Affan ra.
Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannyalah seluruh tulisan-tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul hidup dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci) sebagaimana yang kita dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.
4. Ali Bin Abi Thalib ra.
Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul diangkat menjadi Nabi hingga wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Koufah, Irak sekarang.
5. Thalhah Bin Abdullah ra.
Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif disetiap peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau. Thalhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah.
6. Zubair Bin Awaam
Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur dalam perang Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.
7. Sa’ad bin Abi Waqqas
Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu bapaknya sendiri sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada yang meriwayatkan 82 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.
8. Sa’id Bin Zaid
Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar. Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh rasul untuk memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia 70 tahun dikuburkan di Baqi’.
9. Abdurrahman Bin Auf
Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti semua peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di baqi’.
10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah
Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun, turut berhijrah ke Habasyah pada periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Saw. Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes, dan dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih sering diziarahi oleh kaum Muslimin.

Sumber :
http://www.islam2u.net/

Biografi Ali Bin Abi Thalib


BIOGRAFI DAN LATAR BELAKANG SAIYIDINA ALI BIN ABI TALIB ra
SAIDINA ALI BIN ABI TALIB KARAMALLAHU WAJHAH
Saiyidina Ali R.A. bukan sahaja seorang sahabat besar Rasullullah S.A.W. serta yang paling dicintai oleh baginda bahkan beliau juga seorang manusia luarbiasa yang memiliki ilmu bagaikan lautan, kefasihan lidahnya yang tiada bandingan sebagai seorang ahli sastera dan pidato, di samping seorang pahlawan yang tiada seorangpun dapat menafikan kehandalannya di antara barisan pahlawan-pahlawan yang terbilang.
Beliau telah memeluk Islam ketika berumur 8 tahun dan merupakan kanak-kanak yang mula-mula sekali memeluk Islam. Setengah riwayat menyatakan bahawa beliaulah yang paling dahulu Islam dari Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq R.A. Saiyidina Ali Bin Abu Talib termasuk ahli keluarga Rasulullah S.A.W. sendiri kerana beliau adalah sepupu baginda yang membesar dalam asuhan dan pemeliharaan Nabi S.A.W. Saiyidina Ali R.A. dilahirkan dalam Kaabah, kiblat yang menjadi kerinduan ummat Islam. Mula-mula yang dilihatnya ialah Muhammad S.A.W. dan Siti Khadijah sedang sembahyang. Ketika beliau ditanyakan kenapa memeluk Islam tanpa lebih dahulu mendapat izin ayahnya, Ali R.A. menjawab, "Apa perlunya aku bermesyuarah dengan ayah demi untuk mengabdi kepada Allah?
Pada mulanya agama Islam hanya berkembang di sekitar lingkungan rumah Rasulullah S.A.W. sahaja, yakni berkisar pada diri Rasulullah S.A.W., isterinya Siti Khadijah, Ali dan Zaid Bin Haritsah. Pada suatu hari Nabi Muhammad S.A.W. telah mengundang sekelian sanak saudaranya pada satu jamuan di rumahnya. Setelah mereka itu datang maka Rasulullah S.A.W. pun menerangkan kepada mereka itu tentang agama Islam yang dibawanya itu. Maka Abu Lahab memutuskan pembicaraannya serta menyuruh hadirin yang lain supaya meninggalkan jamuan makan itu. Pada keesokan harinya Rasulullah S.A.W. mengadakan pula jamuan makan, dan setelah selesai bensantap, maka bersabdalah Rasul S.A.W.
"Saya rasa tak ada seorang yang membawa sesuatu yang lebih mulia daripada yang ku bawa sekarang. Maka siapakah di antara kalian yang akan menolongku? Tatkala mendengarkan rayuan Rasul itu mereka semua marah lalu bangkit untuk meninggalkan rumah itu. Tetapi Ali yang masih lagi belum baligh ketika itu lantas bangun seraya berkata, "Hai Rasulullah, akulah yang akan menolongmu. Aku akan memerangi sesiapa sahaja yang akan memerangimu , lalu disambut oleh hadirin dengan tertawa sambil melihat-lihat Abu Talib dan anaknya itu. Kemudian meneka meninggalkan rumah Rasul itu sambil mengejek-ejek.
Saiyidina Ali R.A. pernah benkata, "Aku telah menyembah Allah S.W.T. lima tahun sebelum disembah sesiapapun dari ummat Muhammad ini. Bahkan beliau adalah salah seorang yang pertama bersembahyang bersama Rasulullah S.A.W. Dalam hubungan ini Anas Bin Malik R.A. pernah berkata, "Muhammad diangkat menjadi Rasulullah pada hari Isnin, sedang Ali Bin Abu Talib sudah ikut sembahyang bersama baginda Rasul pada keesokan harinya.
Abu Talib, bapa saudara Rasul adalah seorang yang miskin lagi susah hidupnya serta mempunyai ramai anak. Maka dengan maksud untuk meringankan beban Abu Talib itulah atas fikiran. Nabi S.A.W., Saiyidina Abbas Bin Abu Muttalib telah mengambil Ja'afar menjadi tanggungannya sedang Rasul sendiri mengambil Ali. Dengan hal demikian tumbuhlah Ali Bin Abu Talib sebagai seorang pemuda di tengah-tengah keluarga Rasulullah dan langsung memperoleh asuhan dan baginda. Saiyidina Ali R.A. banyak mengambil tabi'at Nabi S.A.W. dan beliaulah yang terdekat sekali hubungannya dengan Rasul serta yang paling dicintainya. Demikian akrabnya Saiyidina Ali R.A. dengan Rasulullah S.A.W. hinggakan beliau hampir-hampir tidak pernah berpisah sejengkal pun dari Rasulullah S.A.W. baik di waktu suka mahupun di waktu susah. Pergonbanannya terhadap Islam dan Rasulnya adalah demikian besar sekali dan akan selamanya menjadi contoh keutamaan yang tiada bandingannya dalam sejarah ummat Islam.
Tatkala Rasulullah S.A.W. melakukan hijrah ke Madinah di atas penintah Allah S.W.T. bagi menyelamatkan dirinya dari rencana pihak musyrikin Quraisy yang bertujuan hendak membunuhnya, maka kepada Saiyidina Ali R.A. ditugaskan oleh baginda untuk tidur di tempat tidurnya pada malam yang sangat genting itu. Walaupun tugas itu sangat berat dan merbahaya sekali namun Saiyidina Ali R.A. sebagai sifatnya seorang pejuang yang sejati, telah menyanggupi tugas tersebut dengan hati yang ikhlas dan gembira, kerana beliau mengerti bahawa berpeluang menyerahkan nyawanya demi untuk menebus seorang Rasul. Bahkan beliau juga mengerti bahawa tugas yang dilaksanakannya itu akan merupakan pengorbanan yang tidak ada tolok bandingannya di kemudian hani.
Setelah Rasulullah S.A.W. selamat sampai ke Madinah, tidak lama kemudiannya tibalah pula rombongan Saiyidina Ali R.A. Apakala ramai kaum Muhajinin sampai di kota Madinah itu, Rasullullah S.A.W. telah mempersaudarakan antana golongan Muhajirin dengan golongan Ansar. Tetapi anihnya dalam hubungan ini Rasulullah tidak mempersaudarakan Saiyidina Ali R.A. dengan sesiapapun juga, hanya baginda berkata kepada Saiyidina Ali, demikian sabdanya, "Wahai Ali, engkau adalah saudaraku di dunia dan saudaraku juga di Akhirat. Demikian jelaslah bahawa baginda telah mempersaudarakan Saiyidina Ali dengan diri baginda sendiri. Kesayangan Rasulullah S.A.W. terbukti dengan menjodohkan Saiyidina Ali R.A. dengan puteri yang paling disayanginya iaitu Fatimah AzZahrah, seorang wanita yang paling utama di syurga, padahal sebelum itu Fatimah sudah pernah dilamar oleh Saiyidina Abu Bakar dan Saiyidina Umar Al Khattab R.A. tetapi Rasul menolaknya dengan lemah lembut dan dengan cara yang bijaksana.
Sebagai seorang yang gagah berani dan sahabat yang paling disayangi baginda Rasul, Saiyidina Ali R.A. tidak pernah ketinggalan dalam mana-mana peperangan baik besar mahupun kecil yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W. Beliau telah melakukan peranan yang penting dalam Peperangan Badar yang terkenal itu. Ketika itu beliau merupakan seorang pemuda yang gagah dan tampan masih dalam lingkungan 20an  lagi. Dalam peperangan itulah buat pertama kalinya Rasulullah S.A.W. telah menyerahkan panji-panji peperangan kepada Saiyidina Ali R.A. dimana beliau telah menjalankan tugasnya dalam peperangan tersebut dengan cemerlang sekali. Setelah peperangan tamat para sahabat tidak menemui Nabi S.A.W. di tengah-tengah mereka. Dalam keadaan mereka tertanya-tanya itu tiba-tiba muncul Rasulullah S.A.W. bersama Saiyidina Ali R.A. seraya baginda bersabda, "Saya sebenarnya ada di belakang kalian sedikit kerana merawati perut Ali yang luka. Dari peristiwa ini dapatlah dilihat betapa besarnya kecintaan baginda tenhadap Saiyidina Ali R.A. dan bagaimana pula besarnya pengorbanan Ali R.A. dalam menegakkan kemuliaan Agama Islam.
Dalam apa jua peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W., Saiyidina Ali R.A. tetap berada di samping baginda. Pada suatu ketika iaitu dalam Perang Tabuk, tiba-tiba Rasulullah S.A.W. tidak membenarkan Saiyidina Ali R.A. untuk menyertai baginda hingga sikap Rasulullah S.A.W. itu telah dijadikan modal fitnah oleh pihak musuh-musuh Islam serta kaum munafik konon baginda tidak senang hati terhadap Saiyidina Ali R.A. Jika tidak demikian masakan baginda menegahnya menyertai perang. Sebagai seorang yang benar dan mencintai kebenaran Saiyidina Ali R.A. kurang berasa senang mendengar desas-desus yang kurang menyenangkan itu lantas beliau terus menjumpai Rasul untuk meminta penjelasan. Sebagai menghilangkan keraguan beliau itu, Rasul lalu bersabda kepadanya, "Tidakkah engkau rela hai Ali, kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa ?" Mendengankan kata-kata Rasulullah s.a.w yang menyejukkan jiwanya itu maka barulah puas Saiyidina Ali R.A.
Perkataan Rasul itu terang memperlihatkan betapa besarnya kecintaan dan penghormatan baginda terhadap dirinya.
Dalam Perang Khaibar pula di mana sebuah ibu kota kaum Yahudi sukar dapat ditakluki oleh angkatan tentera Islam, Saiyidina Ali R.A. telah memainkan peranannya yang utama sekali. Pada mulanya pihak Islam gagal untuk menakluki kota tersebut sekalipun telah dilakukan pengepungan beberapa hari lamanya. Dalam detik-detik yang sukar itulah akhirnya Rasulullah S.A.W. bersabda"Saya akan menyerahkan panji-panji peperangan esok pada seorang lelaki yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai oleh Allah dan RasulNya".
Sekelian panglima pasukan masing-masing mengharapkan agar dirinya akan diserahkan panji-panji tersebut kerana setiap mereka bercita-cita hendak mendapatkan kemuliaan yang begitu besar sebagai seorang yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai pula oleh Allah dan RasulNya. Pada  keesokan harinya, setelah selesai sembahyang subuh Rasulullah S.A.W. lantas mencari-cari Saiyidina Ali R.A. Nyatalah bahawa Saiyidina Ali R.A. tidak ada di situ kenana ketika itu Ali R.A. mengidap sakit mata. Kemudian bersabdalah Rasul "Panggillah Ali ke mari menjumpai saya, Saiyidina Ali R.A. yang sedang sakit kedua matanya itu lalu datang mengadap Rasulullah S.A.W. seraya baginda pun meludah kepada mata beliau yang sakit itu. Maka dengan serta merta sahaja sembuhlah mata beliau. Kemudian Rasul pun menyerahkan panji-panji kepada Saiyidina All R.A. Maka benteng yang sudah berhani-hari tidak dapat ditembus itu akhirnya dapat dikalahkan  di bawah pimpinan panglima Ali Bin Abu Talib R.A.
Satu lagi peperangan di mana Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. memperlihatkan kegagahan dan keberaniannya yang luarbiasa ialah tatkala berlakunya Perang Khandak atau Ahzab. Perang ini adalah antara pihak Islam dengan angkatan musyrik Mekah yang mendapat bantuan dari puak-puak Arab yang lain serta orang-orang Yahudi. Orang-orang Islam telah menggali parit-parit yang digelarkan Khandak di sekeliling kota Madinah sebagai jalan untuk membendung kemaraan pihak musuh danipada memasukinya. Jumlah pihak musuh adalah kira-kira 10,000 orang tetapi mereka tidak dapat masuk kerana tenhalang oleh parit-parit. Namun begitu mereka terus mengepung kota itu selama 15 hari lamanya. Kemudian Allah S.W.T. turunkan angin ribut dari tentera Allah yang tak kelihatan memukul dan menerbangkan khemah-khemah serta alat perang musuh sehingga mereka pun mengundurkan diri dengan penuh kekecewaan.
Semasa peperangan inilah diriwayatkan bahawa beberapa pahlawan musynik Quraisy telah dapat menyeberangi parit dengan mengenderai kuda. Di antara mereka ialah Amru Bin Abdi Wid, Ikrimah Bin Abu Jahal dan Dhiraar Ibnul Khattab. Apakala mereka itu telah berada di seberang parit, tiba-tiba Amru Bin Wid telah bertempik meminta lawan untuk beradu kekuatan dengan pihak pahlawan-pahlawan Islam. Dia mencabar seraya berkata, "Siapa di antara kalian yang berani berlawan  denagan aku, silakan! Cabaran itu lantas disambut oleh Saiyidma Ali R.A. yang kemudiannya terus meminta izin dari Rasulullah S.A.W. untuk melawan pahlawan musyrik itu. Kata Ali R.A., "Saya akan melawan dia, ya Nabi Allah, Izinkanlah saya. Tetapi Rasulullah S.A.W. telah menahannya dengan sabdanya, "Duduklah engkau hai Ali! Tidakkah engkau tahu dia Amru.
Amru kemudian minta lawan lagi berulang-ulang hingga dua kali. Setiap ia mencabar, Saiyidina Ali R.A. telah berdiri menyahutnya tetapi Rasulullah senantiasa menyuruhnya duduk sambil mengingatkan bahawa lawannya itu bukan padannya kenana Amru itu memang terkenal gagah lagi perkasa. Namun begitu Saiyidina Ali R.A. tetap juga mengatakan, "Sekalipun dia itu Amru, hai Nabi Allah, saya tidak takut melawannya. Izinkanlah saya menemuinya. Akhinnya Rasulullah S.A.W. mengizinkannya untuk melawan musuh yang keadaan orangnya lebih tua, lebih besar lagi lebih berpengalaman dari dirinya itu. Sebelum Saiyidina Ali R.A. pergi mendapatkan musuhnya yang menanti itu, Rasulullah S.A.W. telah membekalnya dengan pedangnya lalu kemudian berdoa ke hadrat Allah S.W.T. untuk keselamatan Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A.
Tidak lama kemudian tampillah Saiyidina Ali R.A. ke hadapan. Manakala Amru melihatnya dia tidak dapat mengenalinya kerana muka dan kepala Saiyidina Ali R.A. bertopeng besi lalu ditanyainya:
“Siapa engkau, hai pahlawan?”
Jawapnya, "Ali!”
Tanya Amru lagi, "Ali, anak Abdul Manaf?”
Jawab Ali R.A. "Ali, anak Abu Talib”
Mendengar nama itu Amru enggan hendak melawannya seraya katanya untuk memperkecilkan kehandalan Ali R.A. "Wahai anak saudaraku! Lebih baik orang lain sahaja engkau suruh melawan aku. Panggillah paman-pamanmu yang lebih kuat daripadamu. Aku benci menumpahkan darahmu, kerana aku memandang ayahmu seorang sahabat baikku.
Saiyidina Ali R.A. lalu menjawab, "Tetapi aku, demi Allah, tak benci menumpahkan darahmu. Demi mendengarkan jawapan itu maka menjadi marahlah Amru dan mulalah ia hendak menyerangnya. Tetapi Saiyidina Ali R.A. lalu benkata, "Macamana aku hendak bertempur denganmu padahal engkau di atas kuda. Turunlah ke mari sama-sama aku di bawah.”
Mendengar itu Amru telah menghambur dari kudanya, dihunusnya pedangnya itu dan untuk menunjukkan garangnya ditetak kudanya dicencangnya mukanya supaya tak boleh lari. Kemudian ía mara ke hadapan mendapatkan Saiyidina Ali R.A. yang disambut pula olehnya dengan mengacukan perisainya yang dibuat daripada kulit. Amru telah menetaknya, perisainya tersiat sedang pedangnya pula melekat di situ dan mengenai kepala Saiyidina Ali R.A. Maka Saiyidina Ali R.A. pun membalas menetak bahu Amru. Ia lalu tersungkur rebah serta mati di situ juga. Saiyidina Ali R.A. lantas memekikkan takbir, "Allahu Akbar yang disambut pula dengan pekikan takbir yang bengemuruh di angkasa oleh kaum Muslimin yang menyasikannya, sebagai tanda kesyukunan di atas kemenangannya. Dan dengan kematian Amru itu kawan-kawannya yang lain bertempiaran lari mengundurkan diri.
Rasulullah S.A.W. selalu memilih Saiyidina Ali R.A. untuk diberikan tugas dalam pekerjaan-pekerjaan yang amat berat, yang memerlukan keberanian yang luarbiasa serta ketabahan yang besar. Pada suatu masa, Rasulullah S.A.W. telah mengutus pahlawan Islam Khalid Bin Walid ke negeri Yaman untuk melaksanakan tugas sebagai pemenintah dan mubaligh Islam di negeri itu. Setelah bekerja selama enam bulan ternyata Khalid tidak berjaya memperoleh hasil yang diharapkan walaupun setelah bekerja bertungkus lumus. Kemudian Rasulullah S.A.W. pun mengutus pula Saiyidina Ali R.A. untuk menggantikan tempat Khalid Bin Walid sebagai mubaligh dan pemenintah di sana. Demi apakala penduduk Yaman mendengar bahawa Saiyidina Ali R.A. yang telah mereka kenal Sebagai Harimau Padang Pasir itu ditugaskan sebagai pemerintah yang baru maka bersegeralah mereka berkumpul hingga akhirnya Saiyidina Ali R.A. dapat melakukan sembahyang subuh bersama-sama mereka itu.
Setelah selesai sembahyang subuh, Saiyidina Ali R.A. pun membacakan surat dakwah di hadapan para hadirin. Maka seluruh penduduk dan kaum Hamdan sekeliannya memeluk Islam pada hari itu. Dalam laporan yang dikirimkan oleh beliau kepada Rasulullah S.A.W. Saiyidina Ali R.A. telah mengisahkan peristiwa yang telah terjadi itu. Setelah Rasul S.A.W. membaca laporan tersebut segeralah baginda sujud menyembah Allah sebagai tanda syukur atas kejadian itu senaya bersabda, "Sejahteralah penduduk Hamdan.
Selaku pemerintah dan mubaligh di Yaman, Saiyidina Ali R.A. juga telah diperintahkan untuk menjadi hakim dalam bidang pengadilan. Oleh kenana beliau berasa dirinya kurang ahli dalam bidang pengadilan itu maka dengan terus-terang dan ikhlas beliau berkata kepada Rasul S.A.W., "Ya Rasul Allah, saya tidak mengerti dan tidak mempunyai keahlian yang cukup mengenai hal pengadilan ini.
Mendengar perkataan Saiyidina Au R.A. itu segeralah Rasulullah S.A.W. menyapu dada beliau dengan tangan Rasulullah S.A.W. sendiri sambil bersabda, "Ya Allah, bukalah dada Ali untuk menerima ilmu dan lapangkanlah ucapannya dalam soal pengadilan". Adalah diriwayatkan bahawa berkat doa Nabi Muhammad S.A.W. itu Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. kemudiannya menjadi seorang hakim yang bijak lagi adil hukumannya. Baik di zaman Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq R.A. mahupun di zaman Saiyidina Umar Al Khattab R.A. selalulah Saiyidina Ali R.A. diajak bermesyuarah dalam memutuskan sesuatu masalah yang dihadapi oleh Khalifah-Khalifah itu. Bahkan Saiyidina Umar Al Khattab R.A. biasanya enggan memutuskan sesuatu keputusan sebelum lebih dahulu Saiyidina Ali R.A. diajaknya berunding.
Demikianlah beberapa kisah riwayat tentang peranan yang pernah dilakukan oleh Saiyidina Ali Bin Abu Talib di zaman hidupnya Rasulullah S.A.W. Ketika Rasulullah S.A.W. wafat, Saiyidina Ali R.A. tidak mempunyai kesempatan untuk menyertai pertemuan para sahabat dan golongan Muhajirin dan Ansar di Balai Bani Saidah hingga terpilihnya Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq sebagai Khalifah. Sebabnya ialah ketika itu beliau sibuk menguruskan jenazah Rasulullah S.A.W. Pada hari yang penuh dukacita itu, beliau sama sekali tidak menghiraukan permesyuaratan yang berlangsung di Balai Bani Saidah itu kerana beliau sibuk dengan tugas-tugas pengkebumian jenazah Rasulullah S.A.W. serta mententeramkan sekelian keluarga Rasul S.A.W.
Permesyuaratan di Balai Bani Saidah hampir-hampir sahaja menimbulkan keadaan yang kacau tetapi akhirnya dapat ditenteramkan dengan terpilihnya Saiyidina Abu Bakar R.A. sebagai Khalifah pertama sesudah Rasulullah S.A.W. Pada mulanya Saiyidina Ali R.A. enggan memberikan persetujuannya terhadap pemilihan Abu Bakar Al-Siddiq R.A. sebagai Khalifah, bukan kerana benci atau kurang senang terhadap Saiyidina Abu Bakar R.A. bahkan kerana rasa hati beliau yang sedang remuk redam disebabkan hilangnya Rasulullah S.A.W.  Enam bulan kemudian setelah isteri beliau iaitu Siti Fatimah meninggal dunia, maka baharulah Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. memberikan persetujuannya secara rasmi terhadap pengangkatan Saiyidina Abu Bakar R.A. sebagai Khalifah. Saiyidina Abu Bakar R.A. pun selaku pemerintah ummat yang agung, tidak pernah meninggalkan Saiyidina Ali R.A. di dalam permesyuaratan penting.
Apakala Saiyidina Umar Al Khattab menjadi Khalifah yang kedua, Saiyidina Ali R.A. tetap memperoleh kemuliaan dan penghormatan dan Saiyidina Umar R.A. sepertimana yang dinikmatinya semasa pemenintah Abu Bakar R.A. Walaupun diketahui bahawa Umar Al Khattab terkenal sebagai sahabat yang sangat ahli dan bijak dalam bidang hukum, namun baginda sering minta bantuan kepada Saiyidina Ali R.A. di dalam menyelesaikan beberapa hal yang sulit-sulit bahkan pernah diriwayatkan orang bahawa Saiyidina Umar Al Khattab R.A. tidak suka merundingkan soal-soal yang sulit tanpa dihadiri oleh Saiyidina Ali Bin Abu Talib.
Setelah wafat Saiyidina Umar Al Khattab jawatan Khalifah akhirnya jatuh pula ke tangan Saiyidina Uthman Bin Affa'n R.A. Namun begitu Saiyidina Ali R.A. tetap memberikan persetujuannya serta ketaatannya kepada Khalifah Uthman R.A. sekalipun dirinya juga bercita-cita agar terpilih sebagai Khalifah. Sungguhpun demikian, kesayangan Khalifah Uthman yang berlebih-lebihan terhadap kaum kerabatnya sendiri menyebabkan pandangan Saiyidina Ali R.A. dalam beberapa hal berubah terhadap Khalifah. Bahkan sebahagian danipada penduduk melihat seolah-olah terdapat keretakan dalam hubungan antara dua tokoh besar itu. Keadaan inilah yang menyebabkan setengah-setengah pihak yang memusuhi Saiyidina Ali R.A. menuduh Saiyidina Ali R.A. terlibat dalam pembunuhan Saiyidina Uthman Bin Affan R.A. Padahal yang sebenarnya Saiyidina Ali R.A. sama sekali tidak bertanggungjawab dalam perkara yang terjadi ke atas Khalifah Uthman R.A. Bahkan beliaulah sahabat yang paling mengambil berat terhadap keselamatan Khalifah. Ketika rumah Khalifah Uthman R.A. dikepung oleh puak pemberontak, Saiyidina Ali R.A. segera mengirim puteranya Saiyidina Hasan R.A. supaya menjaga keselamatan Khalifah. Tetapi ketika Saiyidina Hasan Bin Ali R.A. datang ke rumahnya untuk menawarkan bantuan, Khalifah Uthman R.A. menolak bantuannya serta menyuruhnya pulang. Lebih dari itu, apakala Saiyidina Ali R.A. mendengar khabar tentang pembunuhan Khalifah Uthman R.A. beliau telah memukul anaknya Hasan R.A. serta mengancam Muhammad Bin Talhah kerana dianggapnya kurang rapi menjalankan tugas menjaga keselamatan Saiyidina Uthman R.A.
Saiyidina Ali R.A. akhinnya telah dipilih kemudiannya sebagai Khalifah selepas kewafatan Khalifah Uthman R.A. sedang ketika itu sebahagian besar para sahabat Rasulullah S.A.W. sudah berselerak di pelusok kota-kota di seluruh wilayah Islam. Yang masih tinggal di Madinah hanya sebahagian kecil sahaja.
Setelah jawatan Khalifah jatuh kepadanya maka baharulah Saiyidina Ali R.A. cuba bemtindak untuk membawa garis politik seperti yang pernah dijalankan oleh Rasulullah S.A.W.,  Khalifah Abu Bakar R.A. dan Khalifah Umar Al Khattab R.A. Tetapi keadaan masyarakat dan ummat sudah jauh berubah disebabkan perkembangan ekonomi dan pembangunan yang diakibatkan oleh perluasan takluk Islam. Cita-cita Saiyidina Ali R.A. untuk membawa kembali dasar pemerintahan ummat sebagaimana zaman Rasulullah dan Saiyidina Abu Bakan R.A. dan Umar R.A. telah menghadapi rintangan dari pihak-pihak yang bersimpati dengan Saiyidina Uthman R.A. yang menuduhnya bentanggungjawab dalam penistiwa pembunuhan itu.
Disebabkan adanya golongan yang keras rnenentang sikapnya itu seperti Muawiyah Bin Abu Sufyan dan pembantunya Amru Bin Al As maka tenjadilah satu penbalahan yang sengit antana dua golongan itu.  Satu pertelingkahan yang panjang yang mengakibatkan pertumpahan darah di antana sesama ummat Islam. Muawiyah berkeras enggan mengakui Saiyidina Ali Bin Abu Talib sebagai Khalifah senta menuntut baginda mengenakan hukuman tenhadap orang-orang yang bertanggungjawab dalam pembunuhan Saiyidina Uthman R.A. Sedang Saiyidina Ali R.A. pula terlebih dahulu telah memecat Muawiyah sebagai gabenor Syam dan juga tokoh-tokoh yang pemnah dilantik oleh Khalifah Uthman R.A. atas dasan kekeluargaan. Akibatnya maka berlakulah peperangan yang berpanjangan antara pihak Khalifah Ali R.A. dengan pihak penyokong Muawiyah Bin Abu Sufyan yang terdiri dari penduduk negeri Syam. Kesudahan dari perbalahan yang panjang itu Saiyidina Ali Bin Abu Talib akhirnya telah mati terbunuh oleh pengikut golongan Khawarij.

Sumber :
http://www.islam2u.net

Biografi Bilal Bin Rabah


BIoGRAFI DAN LATAR BELAKANG BILAL BIN RABAH AL-HABASHI RA. (MUAZIN PERTAMA DALAM SEJARAH ISLAM)
Namanya adalah Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.
Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.
Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.
Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.
Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.
Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.
Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.
Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.
Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”
Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.
Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah1 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.
Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.
Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”
Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”
Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih,
“Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti ,Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil, Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah ,Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil”
Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.
Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.
Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.
Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.
Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.
Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.
Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.
Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..
Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”
AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”
Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”
Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.
Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.
Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.
Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”
Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat.”
Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.
Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..BiIal, “pengumandang seruan langit itu”, tetap tinggal di Damaskus hingga wafat.

Sumber :
http://www.islam2u.net